Nama : Fitria
Sumawardani
NPM :
12111935
Kelas :3KA26
Tugas Bhs.Indonesia2#
Hipotesis
Pengertian Hipotesis
Hipotesis berasal
dari bahasa Yunani: hypo = di bawah; thesis =
pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian. Artinya, hipotesa
merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan
ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti,
dan terarah. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut
dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya. Hipotesis atau hipotesa adalah
jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih
harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan
jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji
apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut.
Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti
dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala.
Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang
telah teruji kebenarannya disebut teori. Proses pembentukan
hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap
tertentu.
Fungsi Hipotesis
Fungsi Hipotesis
Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian,
yaitu:
1. Untuk menguji teori,
2. Mendorong munculnya teori,
3. Menerangkan fenomena sosial,
4. Sebagai pedoman untuk
mengarahkan penelitian,
5. Memberikan kerangka untuk
menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.
Ciri-Ciri Hipotesis:
Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan
benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:
1. Hipotesis
diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk
menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi.
Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah
yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
2. Hipotesis
harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan
secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis
secara empiris adalah harus mendefinisikan
secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan
diketahui secara pasti variabel independen dan variabel
dependen.
3. Hipotesis
menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur
secara empiris dan memberikan gambaran
mengenai fenomena yang diteliti. Untuk
hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas
menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel
atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
4. Hipotesis
harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang
dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak
memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
5. Hipotesis
harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat
dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid
dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji
dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya
sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai,
dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak
ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab
itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode
untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan
data, analisis data, maupun generalisasi.
6. Hipotesis
harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan
sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang
sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang
diharapkan di antara variabel dalam
istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu
hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan
antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas
dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi,
hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel,
sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan
dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan
hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan
arah hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
7. Hipotesis
harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang
memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat
secara eksplisit.
Ciri-Ciri
Hipotesis yang Baik
Sebuah
hipotesis atau dugaan sementara yang baik hendaknya mengandung beberapa hal.
Hal – hal
tersebut diantaranya :
1) Hipotesis harus mempunyai daya penjelas
2) Hipotesis harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada di antara variabel-variabel-variabel.
3) Hipotesis harus dapat diuji
4) Hipotesis hendaknya konsistesis dengan pengetahuan yang sudah ada.
5) Hipotesis hendaknya dinyatakan sesederhana dan seringkas mungkin.
Berikut ini beberapa penjelasan mengenai Hipotesis yang baik :
- Hipotesis harus menduga Hubungan diantara beberapa variabel
Hipotesis harus dapat menduga hubungan antara dua variabel atau lebih, disini harus dianalisis variabel-variabel yang dianggap turut mempengaruhi gejala-gejala tertentu dan kemudian diselidiki sampai dimana perubahan dalam variabel yang satu membawa perubahan pada variabel yang lain.
- Hipotesis harus Dapat Diuji
Hipotesis harus dapat di uji untuk dapat menerima atau menolaknya, hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data-data empiris.
- Hipotesis harus konsisten dengan keberadaan ilmu pengetahuan
Hipotesis tidak bertentangan dengan pengetahuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam beberapa masalah, dan terkhusus pada permulaan penelitian, ini harus berhati-hati untuk mengusulkan hipotesis yang sependapat dengan ilmu pengetahuan yang sudah siap ditetapkan sebagai dasar. Serta poin ini harus sesuai dengan yang dibutuhkan untuk memeriksa literatur dengan tepat oleh karena itu suatu hipotesis harus dirumuskan bedasar dari laporan penelitian sebelumnya.
- Hipotesis Dinyatakan Secara Sederhana
Suatu hipotesis akan dipresentasikan kedalam rumusan yang berbentuk kalimat deklaratif, hipotesis dinyatakan secara singkat dan sempurna dalam menyelesaikan apa yang dibutuhkan peneliti untuk membuktikan hipotesis tersebut.
1) Hipotesis harus mempunyai daya penjelas
2) Hipotesis harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada di antara variabel-variabel-variabel.
3) Hipotesis harus dapat diuji
4) Hipotesis hendaknya konsistesis dengan pengetahuan yang sudah ada.
5) Hipotesis hendaknya dinyatakan sesederhana dan seringkas mungkin.
Berikut ini beberapa penjelasan mengenai Hipotesis yang baik :
- Hipotesis harus menduga Hubungan diantara beberapa variabel
Hipotesis harus dapat menduga hubungan antara dua variabel atau lebih, disini harus dianalisis variabel-variabel yang dianggap turut mempengaruhi gejala-gejala tertentu dan kemudian diselidiki sampai dimana perubahan dalam variabel yang satu membawa perubahan pada variabel yang lain.
- Hipotesis harus Dapat Diuji
Hipotesis harus dapat di uji untuk dapat menerima atau menolaknya, hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data-data empiris.
- Hipotesis harus konsisten dengan keberadaan ilmu pengetahuan
Hipotesis tidak bertentangan dengan pengetahuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam beberapa masalah, dan terkhusus pada permulaan penelitian, ini harus berhati-hati untuk mengusulkan hipotesis yang sependapat dengan ilmu pengetahuan yang sudah siap ditetapkan sebagai dasar. Serta poin ini harus sesuai dengan yang dibutuhkan untuk memeriksa literatur dengan tepat oleh karena itu suatu hipotesis harus dirumuskan bedasar dari laporan penelitian sebelumnya.
- Hipotesis Dinyatakan Secara Sederhana
Suatu hipotesis akan dipresentasikan kedalam rumusan yang berbentuk kalimat deklaratif, hipotesis dinyatakan secara singkat dan sempurna dalam menyelesaikan apa yang dibutuhkan peneliti untuk membuktikan hipotesis tersebut.
Jenis-Jenis Hipotesis
Jenis-jenis hipotesis, antara lain:
1. Hipotesis Deskriptif
Hipotesis yang tidak membandingkan dan menghubungkan
dengan variable lain atau hipotesis yang dirumuskan untuk menggambarkan suatu
fenomena, atau untuk menjawab permasalahan taksiran.
Contoh:
a. Disiplin kerja pegawai
negeri sangat tinggi
b. Motivasi belajar fisika
peserta didik mencapai 90% dari criteria rata-rata ideal.
2. Hipotesis Komparatif
Hipotesis yang dirumuskan untuk memeberikan jawaban
pada permasalahn yang bersifat membedakan atau membandingkan antara satu dengan
data lainnya.
Contoh:
a. Ada perbedaan kemampuan
berbahasa asing antara lulusan swasta dengan negeri
b. Ada perbedaan gairah belajar peserta didik
yang orang tuanya pejabat dengan peserta didik yang orang tuanya petani.
3. Hipotesis Asosiatif
Hipotesis yang dirumuskan untuk memberikan jawaban
pada permasalahan yang bersifat hubungan / pengaruh. Sedangkan menurut sifat
hubungannya hipotesis ini dibagi tiga jenis, yaitu.
a. Hipotesis hubungan
simetris
Hipotesis yang menyatakan hubungan bersifat
kebersamaan antara dua variable atau lebih tetapi tidak menunjukkan sebab
akibat.
Contoh:
1. Ada hubungan antara
berpakaian mahal dengan penampilan
2. Terdapat hubungan yang
positif antara banyaknya peserta didik rajin belajar dengan tingkat intelegensi
(IQ)
b. Hipotesis hubungan sebab
akibat (kausal)
Hipotesis yang menyatakan hubungan bersifat sebab
akibat antara dua variable atau lebih.
Contoh.
1. Tingkat pengangguran
berhubungan dengan tingkat kriminalitas
2. Tingkat keberhasilan
peserta didik bergantung pada cara belajar peserta didik itu sendiri
c. Hipotesis hubungan
interaktif
Hipotesis hubungan antara dua variable atau lebih
bersifat saling mempengaruhi.
Contoh.:
1. Terdapat hubungan yang
saling mempengaruhi antara status peserta didik sebagai anak pejabat dengan
cara belajar peserta didik di sekolah.
2. Terdapat pengaruh timbal
balik antara kreativitas peserta didik dengan hasil belajar
Tahap-Tahap Pembentukan Hipotesis
Tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya
sebagai berikut:
1. Penentuan masalah.
Dasar penalaran ilmiah ialah
kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu
keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan
berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu
yang sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan
sadar dengan perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut,
penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.
2. Hipotesis
pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis).
Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal
bertolak dari semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam
penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, pengamatan tidak akan
terarah Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk
menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalahyang
dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian,
hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian,
namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba
sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.
3. Pengumpulan fakta.
Dalam penalaran ilmiah, di antara jumlah fakta yang
besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta
yang relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan
pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
4. Formulasi
hipotesa.
Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau
intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa
diciptakan saat terdapat hubungan tertentu di antara sejumlah fakta. Sebagai
contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari
hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di
bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu
pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.
5. Pengujian
hipotesa
Artinya, mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang
dapat diamati dalam istilah ilmiah hal ini
disebut verifikasi (pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok
dengan fakta maka disebut konfirmasi. Falsifikasi(penyalahan)
terjadi jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan
hipotesa. Bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh
fakta yang dinamakan koroborasi (corroboration). Hipotesa yang
sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
6. Aplikasi/penerapan.
Apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan
menjadi ramalan (dalam istilah ilmiah disebut prediksi),
dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat
diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.
Pengujian Hipotesis
Suatu hipotesis harus dapat diuji berdasarkan data empiris, yakni berdasarkan apa yang dapat diamati dan dapat diukur. Untuk itu peneliti harus mencari situasi empiris yang memberi data yang diperlukan. Setelah kita mengumpulkan data, selanjutnya kita harus menyimpulkan hipotesis , apakah harus menerima atau menolak hipotesis. Ada bahayanya seorang peneliti cenderung untuk menerima atau membenarkan hipotesisnya, karena ia dipengaruhi bias atau perasangka. Dengan menggunakan data kuantitatif yang diolah menurut ketentuan statistik dapat ditiadakan bias itu sedapat mungkin, jadi seorang peneliti harus jujur, jangan memanipulasi data, dan harus menjunjung tinggi penelitian sebagai usaha untuk mencari kebenaran.
Suatu hipotesis harus dapat diuji berdasarkan data empiris, yakni berdasarkan apa yang dapat diamati dan dapat diukur. Untuk itu peneliti harus mencari situasi empiris yang memberi data yang diperlukan. Setelah kita mengumpulkan data, selanjutnya kita harus menyimpulkan hipotesis , apakah harus menerima atau menolak hipotesis. Ada bahayanya seorang peneliti cenderung untuk menerima atau membenarkan hipotesisnya, karena ia dipengaruhi bias atau perasangka. Dengan menggunakan data kuantitatif yang diolah menurut ketentuan statistik dapat ditiadakan bias itu sedapat mungkin, jadi seorang peneliti harus jujur, jangan memanipulasi data, dan harus menjunjung tinggi penelitian sebagai usaha untuk mencari kebenaran.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar