Senin, 05 Maret 2012

Kebudayaan Daerah Merupakan Alat Mempersatu Bangsa

NAMA              : FITRIA SUMAWARDANI
KELAS             : 1KA16
NPM                 : 12111935
TUGAS             : ILMU BUDAYA DASAR


 
Budaya Daerah Sebagai Alat Mempersatu Bangsa
Budaya awalnya dari kebiasaan merespon keadaan luar diri dan lingkungan yang diadaptasi untuk bisa diterima secara seksama di lingkungannya. Budaya busana misalnya, budaya interaksi antar manusia, budaya pemikiran, kemudian menjadi sikap dan perilaku yang disepakati. Kebudayaan sebagai ciri bangsa yang memiliki peradaban lebih maju diimplementasikan dalam bentuk karya bunyi dan gerak melahirkan kesenian, dan Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, dan kebuadayaan dari masing-masing daerah yang terbentang luas dari Sabang hingga Merauke. Kekayaan kultur yang ada di negara ini seakan ingin menegaskan kepada dunia bahwa keberagaman bukanlah suatu penghalang untuk sebuah kesatuan.
Dalam kontek kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan modern dapat berjalan paralel dengan kebudayaan pedesaan, bahkan dengan kebudayaan berburu meramu yang hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar kebudayaan tersebut dapat berjalan lancar dalam bingkai “Bhineka Tunggal Ika”.
Budaya sepatutnya dijadikan sebagai alat untuk mempersatu seluruh masyarakat Indonesia menuju ke kehidupan yang lebih rukun kedepannya, dan itu semua telah tertuang dalam Pancasila (sila ke-3) ditambah lagi dengan semboyan pancasila yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki makna berbeda-beda tapi tetap satu. Maka dari itu jelas bahwa peranan budaya lokal amat penting kedudukannya dalam mendukung ketahanan budaya nasional untuk mencegah terjadinya sebuah perpecahan. Dengan terwujudnya hal ini diharapkan akan terjadi sebuah interaksi sosial yang terjalin baik antar setiap individu tanpa memandang sebuah batasan.
Pada tulisan kali ini yang bertemakan “Budaya Daerah Sebagai Alat Mempersatu Bangsa” kita dapat membuat sasaran atau tujuan bagi Semua pihak yang terkait untuk mampu menjaga stabilitas ketahanan budaya nasional yang sudah ada, namun jangan langsung berpuas diri melainkan kita semua harus mampu terus memelihara iklim kebudayaan kita kedepannnya.
Kebudayaan adalah buah akal budi manusia dalam hidup bermasyarakat. Kebudayaan dapat berupa berbagai bentuk, misalnya kesenian, pengetahuan, adat-istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan moral yang dimiliki oleh masyarakat. Kebudayaan daerah dimiliki oleh masyarakat suatu daerah dengan ciri khas yang hanya dimiliki oleh daerah tersebut. Selain itu, kebudayaan nasional juga diambil dari sejumlah unsur yang merupakan puncak-puncak kebudayaan daerah yang kemudian diangkat menjadi kebudayaan nasional. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beraneka ragam, maka kebudayaan nasional secara tidak langsung berfungsi sebagai berikut:
1.      Mempersatukan berbagai suku bangsa,
2.      Sebagai identitas nasional dan
3.      Sebagai sarana pergaulan antarsuku bangsa Indonesia.
 Negara kita memiliki banyak objek pariwisata yang sangat potensial. Objek-objek tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Potensi yang kita miliki ini merupakan modal utama bagi pembangunan dalam bidang pariwisata.
Di dalam uraian berikut Saya akan mengemukakan jenis objek pariwisata.
A.    Objek pariwisata
Objek wisata adalah tempat-tempat yang di kunjungi oleh para wisatawan domestik ataupun wisatawan luar negeri. Objek wisata di Indonesia dapat digolongkan menjadi 3 yaitu :
1.      Objek wisata alam , misalnya pantai, sungai, lembah, tebing, gua, kawah, gunung, danau, air terjun, karang, ikan laut, kebun/taman laut, suaka flora dan fauna.
2.      Objek wisata budaya, misalnya  peninggalan sejarah seperti benteng-benteng kuno, keraton, candi, makam, tempat pembuatan barang-barang seni, kesenian daerah (tarian drama daerah) upacara adat, upacara keagamaan dan taman budaya.
3.      Objek wisata buatan, misalnya taman, waduk, kolam, kawasan industri, kebun binatang dan lain-lain.
Permasalahan budaya lokal yang harus ditingkatkan demi memperkokoh budaya nasional dapat menggunakan analisa SWOT, sehingga kita dapat menganalisa dari semua sudut pandang agar dapat mengetahui apa saja kelemahan yang kita miliki sehingga kita dapat mencari jalan keluarnya, mempertahankan setiap kekuatan budaya lokal yang telah kita miliki, peluang yang ada yang dapat kita manfaatkan dan tantangan yang ada yang harus kita hadapi sehingga kita dapat mempersiapkan diri akan datangnya kemungkinan tantangan yang menghadang. Berikut penjelasan dari setiap kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang ada terhadap budaya lokal yang dapat memperkokoh budaya nasional.
2.1 Kekuatan (Strength)
Pada dasarnya Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang bermukim di wilayah yang tersebar dalam ratusan pulau yang ada di Inonesia. Tiap suku bangsa ini memiliki ciri fisik, bahasa, kesenian, adat istiadat yang berbeda.
Dengan demikian dapat dikatakan bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya. Beberapa aspek keberagaman budaya Indonesia antara lain suku, bahasa, agama dan kepercayaan, serta kesenian. Kekayaan budaya ini merupakan daya tarik tersendiri dan potensi yang besar untuk pariwisata serta bahan kajian bagi banyak ilmuwan untuk memperluas pengetahuan dan wawasan tentang kebudayaan Indonesia.

2.2 Kelemahan (Weakness)
Seluruh dunia tahu betapa Indonesia kaya dengan kebudayaan. Mulai dari bahasa, tari-tarian, sampai lagu. Setiap daerah di Indonesia memilikinya dengan kekhasan masing-masing. Namun, dengan khasanah kebudayaan yang begitu luas Bangsa Indonesia ditantang. Pada era globalisasi kini nilai-nilai serta budaya dari luar dapat dengan mudah masuk ke ranah kehidupan bangsa Indonesia. Dengan semakin bebasnya kebudayaan asing masuk kekhawatiran akan tergerusnya kebudayaan lokal Indonesia menjadi hal yang tak terelakkan.


2.3 Peluang (Opportunity)
Dengan melakukan penetrasi pencitraan bangsa ini kedepannya akan sangat berpengaruh dalam perkembangan kemajuan budaya nasional dimata dunia, hal ini akan memberikan dampak positif bagi bangsa Indonesia menjadi salah satu pusat cagar budaya dunia.
Menurut Koentjoroningrat kebudayaan nasional Indonesia adalah kebudayaan yang didukung sebagian besar rakyat Indonesia, bersifat khas dan dapat dibanggakan oleh warga Indonesia. Wujud budaya nasional diantaranya :
2.3.1 Bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Sebagai bahasa nasional berfungsi sebagai lambang kebangga nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu berbagai suku bangsa dan alat penghubung antardaerah dan antar budaya.
2.3.2 Seni berpakaian, contohnya adalah pakaian batik yang menjadi simbol orang Indonesia dan non–Indonesia, serta pakaian kebaya.
2.3.3 Perilaku, misalnya gotong royong (walaupun tiap daerah mempunyai nama yang berbeda, sambatan, gugur gunung). Selain gotong royong juga ada musyawarah, misalnya, sistem aipem pada masyarakat asmat, atau adanya balai desa tempat musyawarah tiap desa,atau honai, rumah laki-laki suku dani serta subak pada masyarakat Bali.


2.4 Tantangan/Hambatan (Threats)
Dalam hal ini pemerintah sebagai otoritas tertinggi di Negeri ini perlu, serta berkewajiban untuk melakukan koordinasi, sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan serta monitoring pengembangan kebudayaan di Indonesia.
Kemudian keberagaman suku, ras, agama bisa memicu disintegrasi bangsa, karena setiap golongan pasti mempunyai budaya, watak, dan adat yang berbeda dan yang pasti mereka masing-masing mempunyai ego kesukuan (Chauvinisme) sehingga kan mudah konflik dengan suku-suku yang lain. Oleh karena itu suatu perbedaan yang ada sesungguhnya adalah keindahan dalam berbudaya.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.

Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem­perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.
Bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa.

Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawa yang" dan `aringgit' yang maksudnya adalah pertunjukan wayang.
             Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone sia halaman 987.

Kata `wayang' diduga berasal dari kata `wewa yangan', yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Songo. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.


Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.

Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.

Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.

Dan di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di Kulonprogo.
Hal yang harus dilakukan dalam menghadapi ini adalah menumbuhkan kesadaran, bahwa kebudayaan daerah dapat sangat efektif untuk bekal memasuki global village (desa global) maupun global culture (budaya global). Selain itu, kita juga harus menjaga dan melestarikan kebudayaan supaya tidak di klaim oleh negara lain, karena dengan adanya ragam budayadi Indonesia bisa mempersatu bangsa dari sabang sampai merauke.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Kebudayaan di Indonesia adalah kebudayaan etnik dan kebudayaan asing, sedangkan Kebudayaan Nasional Indonesia adalah hasil kreasi bangsa Indonesia sejak Sumpah Pemuda atau sejak Indonesia merdeka.
Kebudayaan nasional Indonesia adalah semua yang dikategorikan sistem nasional apakah itu berbentuk gagasan kolektif, berbentuk material seperti sistem pendidikan, sistem politik, sistem hukum, dan sistem lainnya dan berbentuk perilaku seperti menghargai kemajemukan, atau pluralitas, menunjung hak dan kewajiban adalah kebudayaan nasional Indonesia. Berdasarkan wujud ide definisi kebudayaan adalah semua pola atau cara berfikir/merasa bangsa dalam suatu ruangan dan waktu. Pengertian ini dikembangkan ke dalam kebudayaan Indonesia menjadi Kebudayaan Nasional Indonesia semua pola atau cara berfikir/merasa bangsa Indonesia yang sama terhadap kelangsungan hidupnya di dalam sebuah negara.

Rekomendasi
Untuk menjaga keharmonisan integrasi bangsa Indonesia, perlu lebih ditingkatkan toleransi antar masyarakat yang mempunyai tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi. Dan diperlukan adanya suatu pencanangan program yang jelas di seluruh bidang, guna menunjang ketahanan budaya nasional di Negeri ini, seperti :
1. Bidang Pendidikan
Dimasukkannya pelajaran muatan lokal mengenai Ilmu budaya disetiap jenjang pendidikan. Agar diperkenalkan sejak dini tentang budaya kita.
2. Bidang Pariwisata
Pemerintah daerah dan pemerintah pusat diharap mampu untuk mempromosikan setiap daerah yang memiliki keunggulan pariwisata, dan mengakomodir seluruh sarana maupun prasarana disetiap daerah.
3. Bidang Industri
Meyakinkan setiap pengusaha-pengusaha lokal maupun mancanegara untuk mau menanamkan modalnya di negeri ini, dengan menunjukkan kearifan lokal yang dimiliki oleh bangsa ini terutama masalah budaya.
4. Bidang Diplomasi
Mengadakan pertukaran pelajar dengan Negara-negara sahabat dengan tujuan untuk saling mengenal budaya masing-masing, yang akan membawa kepada interaksi sosial yang terintegrasi.
5. Bidang Seni
Mengadakan ataupun mengikuti festival budaya, lebih memperkenalkan kebudayaan apa saja yang ada di Indonesia, baik itu melalui festival musik ataupun alat musik serta tarian daerah, dan pertunjukan wayang .

Sumber :
Alfian. Persepsi Masyarakat tentang kebudayaan, Jakarta: PT Gramedia, 1985. lastwirawan.blogspot.com/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar